Benarkah Maksiat Terjadi Bukan atas Kehendak Allah?
Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah pengajian, Gus Baha’ pernah menerangkan tentang Izzuddin bin Abdissalam yang menyatakan bahwa dalam beberapa hal pandangan Muktazilah, memang tidak bisa dibantah. Sebab, bagaimanapun juga tindakan atau pandangan tersebut, juga merupakan bukti cinta mereka terhadap Allah. Mereka (Muktazilah) menganggap Allah itu tidak boleh sembarangan, oleh sebab itu Allah harus tertib dan baik, maka Allah harus melakukan kebaikan dan selalu dengan hal yang berkaitan dengan kewajiban (yajibu alaihi fi’lu as-shalah).
Dalam banyak referensi disebutkan, bahwa kata Muktazilah bermuara dari kata “I’tazala” yang secara garis besar memiliki makna memisahkan diri atau menyalahi pendapat orang lain dan menjauhkan diri. Pemisahan diri ini dikonfirmasi bermula dari seorang intelektual saat itu yang bernama Washil bin Atha’ dan ‘Amr bin Ubaid yang meninggalkan sebuah majelis atau pengajian di bawah bimbingan Hasan Basri di salah satu Masjid Basrah. Kemudian aksi pemisahan tersebut lalu membuat Washil menciptakan majelis baru.
Pada catatan lain menyebutkan, pemisahan itu sebenarnya lebih tendensi “menyalahi pendapat orang lain” yang hal tersebut diduga berasal dari pendapat Washil bin Atha’ sendiri, yang menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar dapat disebut sebagai orang yang bukan mukmin dan tidak pula kafir, melainkan fasik. Sebab secara harfiyah kata “menyalahi pendapat orang lain” di sini mengacu kepada Hasan Basri yang tidak lain adalah guru dari Washil bin Atha’.
Memuat Komentar ...