Penyair Salon
LADUNI.ID - Menulis sajak itu tidak harus menggunakan bahasa yang berbusa-busa diindah-indahkan, dipuitis-puitiskan. Akan tetapi, menulis sajak itu cukuplah menggunakan bahasa yang sederhana, sebab yang puisi bukan cuma bahasanya, melainkan yang puisi itu pengalaman hidup yang dipotret oleh sang penyair. Boleh jadi itu sederhana tetapi berkarakterm unik, sekaligus estetik yang memiliki etik
Saya tertarik dengan status yang ditulis pak Abdul Wachid Bs di atas, kata-kata yang sederhana tapi mampu memberikan cercahan makna yang mendalam. Mengapa banyak sekali para penyair, baik pemula atau pun yang sudah malang melintang, mereka dengan gagahnya membuat kata-kata yang biasa menjadi kata-kata yang jelimet, yang kemudian mengaganggap kata-kata itu indah dan sulit dicerna, menurutnya, semakin kata-kata sulit dicerna, maka semakin tanpak nilai puitis itu, atau semakin jelas, bahwa ia puisi indah.
Pemahaman keindahan, sering kali hanya dilihat dari diksi saja, tanpa melihat makna yang termaktub di dalamnya, kadang kata-katanya bermutiara, namun tak memiliki makna yang jelas, tidak pula ada pesan yang disampaikan, kata-kata langit atau dandan dijadikan tujuan, bukan dijadikan alat untuk menuju pesan yang sebenarnya, sehingga menjadi puisi kosong, atau sebaliknya, makna yang jelas dan benar-benar jeleas, namun tidak menghiraukan diksi, maka akan menjadi puisi gersang.
Saya tidak bisa menghakimi mana yang disebut puisi indah, puisi yang baik dan benar, tapi secara garis besar puisi itu benar-benar bisa disebut puisi kalau ia mampu memberikan makna dengan ukiran kata-kata yang indah. Kemudian apakah kata-kata yang tidak indah tidak bisa disebut puisi, belum tentu, karena ada yang mementingkan makna tanpa menghiraukan diksi, tapi ini juga bisa disebut puisi, karena penilaian indah dan tidaknya kembali pada penilaan pembaca. Biarkan puisi yang terpampang dinilai dan dihukumi oleh pembaca. Karena setiap orang memiliki alasan tersendiri untuk menyebut itu puisi.
Memuat Komentar ...