Dari Silop Jepang  hingga Silblo

 
Dari Silop Jepang  hingga Silblo

LADUNI. ID, BUDAYA- Kehidupan yang kita jalani dalam keseharian tidak terlepas dari sandal yang merupakan bentuk sederhana dari pelindung kaki. Ia bisa terbuat dari bahan kulit, plastik, tali, jerami, logam, atau ban bekas.

Masyarakat menyebut sandal dalam keseharian dengan bahasa tersendiri, misalnya masyarakat Aceh menamai dengan silop, Afrika Selatan: slops , Argentina: ojotas dan lainnya.

Sandal yang merupakan pelapis alas kaki yang  sudah dikenal manusia sejak zaman Mesir Kuno. Pada zaman kuno, orang India, Assyria, Romawi, Yunani, dan Jepang juga mengenakan sandal.

Sandal jepit di Amerika Serikat disebut flip-flops, thongs, atau beach sandal. Seusai Perang Dunia II, prajurit Amerika Serikat pulang ke negaranya dengan membawa oleh-oleh sandal dari Jepang. Semasa perang, prajurit Jepang juga membuat sandal dari ban bekas

Sandal cocok dipakai untuk keadaan panas, iklim kering, dan daerah berbatu. Ia juga dipakai untuk melindungi kaki dari serangga beracun, batu tajam, padang pasir nan panas, hingga dinginnya salju.

Sejak lama sandal sudah digunakan. Masyarakat Anasazi, misalnya, suku kuno yang mendiami daratan barat daya Amerika, pada 8.000-10.000 tahun lalu diketahui sudah menggunakan sandal. Terbuat dari serat tanaman Yucca yang disusun menjadi anyaman, sandal ini diikatkan ke kaki dengan tali yang berbentuk V.

Sandal terus berevolusi, dari bahan hingga modelnya, dan tetap menjadi pilihan dalam berbusana dan beraktivitas.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN