Sebuah Alasan Memilih Pendidikan Pesantren

 
Sebuah Alasan Memilih Pendidikan Pesantren
Sumber Gambar: tebuireng.online, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Tempo hari pertengahan tahun 2016, Jakarta pas uji coba penghapusan 3 in1 ini macet sekali. Saya lantas memutuskan untuk mencoba lagi naik Gojek. Lama sekali tidak ada yang menerima order saya. Sekitar 10 menit baru ada driver yang mengambil order saya.

Tapi, sudah sekitar 15 menit tidak ada kabar lagi, apakah Abang Gojek jadi menjemput saya atau tidak. Tibab-tiba saat baru mau saya cancel, ringtone siulan Syubbanul Wathon (asli buatan sendiri) dari HP saya berbunyi. Lalu saya mengangkatnya, eh ternyata si driver kesasar terus beberapa kali katanya.

Ketika saya turun dari lantai kerja, ternyata langsung bisa bertemu orangnya, lalu saya naik motornya. Agak remang-remang saya melihat dan memperhatikan motor Abang Gojek, mirip motor zaman kuliah saya dulu; Honda Astrea! “Byuh... nostalgia,” batin saya berkata.

Baru berjalan beberapa jauh, saya baru menyadari ada keanehan di motor Abang Gojek. Sepertinya gir roda belakangnya sudah aus akut, gledhek-gledhek suaranya. Tetapi bisa jalan tapi ya pelan banget. “Alamak...! nyampe rumah keburu subuh ini nanti,” saya membatin.

Akhirnya saya pasrah saja. Selepas pom bensin Mampang mau belok ke kiri Duren Tiga, terdengar petasan beberapa kali. Saya pikir itu petasan biasa di acara Maulidan yang biasa diadakan masjid tua di sekitar gang seberang pom bensin itu.

Tapi ternyata bukan. Gerombolan orang membawa senjata tajam berkilauan. Anak-anak tanggung yang sebagian memakai baju seragam putih abu-abu itu berlarian membawa celurit, golok, pedang, samurai, dan gir motor yang diputar-putar pakai sabuk.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN