Menggali Hikmah Disyariatkannya Ibadah Haji

 
Menggali Hikmah Disyariatkannya Ibadah Haji
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ibadah haji pertama kali diwajibkan pada tahun keenam setelah hijrah. Tidak semua orang diwajibkan melakukannya. Kewajiban hanya berlaku pada orang Mulism yang mampu. Artinya, Islam tidak membebankan perkara di luar batas kemampuan seseorang melakukannya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT berikut:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali ‘Imran: 97)

Ibadah haji memang merupakan sebuah kewajiban, karena termasuk Rukun Islam, karena itu melaksanakannya berarti juga telah melaksanakan perintah Allah SWT. Tetapi di balik disyariatkannya haji, terkandung hikmah yang bisa digali.

Salah satu hikmah disyariatkannya ibadah haji yang tidak jauh berbeda dengan ibadah yang lain, seperti shalat jamaah, shalat Jumat, dan dua shalat hari raya, adalah tampaknya persatuan umat Islam. Di dalam ibadah tersebut tidak ada sekat kaya, miskin, tampan, jelek, kulit putih, kulit hitam, atau lainnya. Semuanya sama di sisi Allah SWT. Hanya ketakwaanlah yang membedakannya.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN