Tafsir Al-Qur'an dalam Praktik Kehidupan Nabi
Laduni.ID, Jakarta - Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا
“Dirikanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula shalat) Fajar (Subuh)! Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra’: 78)
Secara tekstual ayat ini hanya menyebutkan tiga waktu shalat, yaitu setelah tergelincir matahari, shalat malam, dan fajar. Lalu di mana penjelasan shalat lima waktu?
Penjelasannya adalah dalam praktik perbuatan Nabi SAW dalam kesehariannya. Beliau shalat Dzuhur ketika waktu dzuhur, shalat Ashar di waktu Ashar, shalat Magrib di waktu Magrib, shalat Isya di waktu Isya, dan shalat Subuh di waktu Subuh. Demikian keterangan yang terdapat dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Amr.
Apa yang dilakukan Nabi SAW tersebut merupakan tafsir terhadap ayat di atas. Atas dasar inilah para ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud shalat ketika matahari sudah tergelincir adalah shalat Dzuhur, Ashar, dan Maghrib. Ketika gelapnya malam, maksudnya shalat Isya, dan Qur'anal Fajri (bacaan di waktu fajar), maksudnya adalah shalat Subuh. Itulah sebabnya para ulama tafsir merumuskan kaidah bahwa salah satu syarat bagi penafsir Al-Qur'an adalah harus tahu dan mengerti Hadis dan Ilmu Hadis serta sejarah kehidupan Nabi SAW.
Memuat Komentar ...