Budaya “Terobosan” dari Tiga Generasi Kyai Tebuireng

 
Budaya “Terobosan” dari Tiga Generasi Kyai Tebuireng
Sumber Gambar: PRISMA, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Baru-baru ini,  Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy’ari (MINHA) menggelar Konferensi Pemikiran Islam Indonesia. Banyak cendekiawan dan budayawan yang terlibat di acara bergengsi tersebut di antara ialah Inayah Wahid, Lies Marcoes, Imam Aziz, Irfan Afifi, Roy Murtadho, Samuel Indratma, Faisal Kamandobat, Rika Iffati, Pustanto, Emma Rahmawati, Nadroh Jauharoh, Erwien Kusuma, Anang Firdaus, Wicaksono, dan lainnya.

Oleh panitia, saya diminta presentasi soal Aktualisasi Pemikiran Teologi Politik Kebangsaan untuk Generasi Saat Ini. Karena latar pendidikan saya filologi, saya pun akhirnya menyiapkan bahan pemaparan dengan judul ‘Menerobos’ Dinding Pesantren: Aktualisasi Pemikiran Mbah Hasyim, Kyai Wahid, dan Gus Dur dalam Perspektif Naskah Klasik.

Sebuah kebetulan, beberapa hari sebelum konferensi ini digelar saya mendapatkan sebuah arsip menarik dari penjual buku lawas di daerah Ciputat. Dalam bundel berabur debu itu, terdapat Prisma No. 4, April 1984 Tahun XII.

Yang menarik ada tulisan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membeberkan sebuah konsep untuk menembus batas kejumudan dan melahirkan novasi yang brilian. Ia menyebutnya dengan istilah “budaya terobosan”.

Berpijak dari pemikiran Gus Dur itulah, kemudian saya mencoba menggali secara singkat ada lima terobosan yang pernah dilakukan oleh Kyai-Kyai asal Tebuireng hingga akhirnya nama-nama mereka harum dikenang masyarakat luas. Tanpa adanya “budaya terobosan”, seseorang akan berada pada zona nyaman yang tidak bisa disebut produktif dan progresif.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN