Tentang Taubatnya Ulama Mu’tazilah yang Terinspirasi Batas “Kuasa” Manusia dalam Hubungan Intim Suami Istri
Laduni.ID, Jakarta - Dalam kajian teologi Islam, perdebatan mengenai kehendak dan kekuasaan manusia dalam bertindak selalu menjadi topik yang menarik dan mendalam. Salah satu isu utama yang sering dikaji adalah pertanyaan mendasar, apakah manusia memiliki kebebasan penuh dalam setiap tindakannya, ataukah semua hal yang terjadi adalah murni kehendak dan takdir Allah?
Dalam hal itu, dua aliran besar dalam Islam, yaitu Mu'tazilah dan Ahlussunnah wal Jama'ah, memiliki pandangan yang berbeda terkait hubungan antara kehendak Tuhan dan kebebasan manusia.
Bagi ulama Mu'tazilah, manusia dianggap memiliki kehendak bebas dan otonomi dalam tindakannya. Mereka berpendapat bahwa Allah memberikan akal dan kemampuan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya, sehingga tanggung jawab atas segala perbuatan sepenuhnya berada di tangan manusia sendiri.
Sebaliknya, ulama Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah merupakan kehendak dan ketentuan Allah. Meskipun manusia diberi pilihan, tetap ada unsur kekuasaan Tuhan yang tidak bisa dikesampingkan dalam setiap peristiwa. Perbedaan pandangan ini membuka ruang diskusi yang kaya, dan penting untuk ditelusuri lebih dalam guna memahami makna kehendak, takdir, dan tanggung jawab dalam Islam.
Ranah pembahasan perdebatan di atas sangatlah panjang dan banyak cabang tema kajiannya. Mungkin untuk sedikit memberikan gambaran menarik, ada baiknya menyimak kisah seorang ulama Mu’tazilah yang bertaubat atas pemikirannya dan kemudian berbalik arah memilih kebenaran pemikiran Ahlussunnah wal Jama’ah. Uniknya, taubat itu berkat dari hubungan intim dengan istrinya. Lebih lengkapnya mengenai kisah tersebut dikutip dari kitab
Memuat Komentar ...