Hukum Orang Tua yang Memaksa Menjodohkan Anaknya

 
Hukum Orang Tua yang Memaksa Menjodohkan Anaknya
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Tradisi menjodohkan anak dengan pilihan orang tua masih banyak dijumpai dalam berbagai budaya, termasuk di masyarakat kita. Bagi sebagian orang tua, memilihkan pasangan untuk anak dianggap sebagai bentuk kasih sayang dan tanggung jawab, sebuah cara untuk memastikan bahwa pasangan yang dipilih memiliki latar belakang dan karakter yang baik.

Namun, dalam pandangan Islam, pernikahan bukan hanya soal restu orang tua, melainkan juga hak dan kerelaan sang anak, terutama anak perempuan, untuk menerima atau menolak pasangan yang diajukan. Islam memberikan panduan yang tegas dalam hal ini, bahwa kebebasan memilih dan keridhoan kedua calon mempelai merupakan syarat penting agar pernikahan menjadi ibadah yang penuh berkah.

Pada dasarnya, yang paling utama untuk dijadikan pertimbangan dalam masalah jodoh adalah kebaikan nilai agama seseorang. Hal ini sebagaimana keterangan dari Hadis berikut:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Perempuan itu dinikahi biasanya karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari)

Hadis ini bersifat umum. Artinya juga bisa digunakan untuk seorang perempuan dalam menentukan jodohnya. Jadi, jika pertimbangan agama yang mendasari seseorang untuk tidak memilih jodoh dari orang tuanya, maka tentu hal ini sangat dianjurkan oleh agama. Pun demikian, meski tidak terkait pertimbangan agama, orang tua juga tidak dibenarkan memaksa anaknya untuk menikah dengan jodoh pilihannya, jika anaknya tidak menghendakinya. Adapun dalam hal itu, anak yang berlaku demikian juga tidak bisa dianggap mendurhakai orang tuanya. Artinya, perlu ada kerelaan yang baik di antara keduanya. Hal ini sebagaimana keterangan Syaikh Taqiyuddin yang dinukil oleh Syamsuddin Ibnu Muflih dalam kitabnya

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN