Refleksi Hari Guru: Membincang Peran Guru yang Tergerus Ketidakpastian Perhatian Pemerintah
Laduni.ID, Jakarta - Hari Guru adalah momen refleksi untuk mengapresiasi perjuangan para pendidik yang menjadi ujung tombak dalam menumbuhkan generasi penerus bangsa. Namun, di balik itu, ada ironi yang menyayat hati: penghormatan terhadap guru seakan mulai terkikis di tengah dinamika sosial yang kompleks. Perhatian pemerintah terhadap “profesi” guru sulit untuk tidak dipertanyakan, terutama ketika banyak kasus menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap guru yang menghadapi masalah disiplin di sekolah.
Kasus-kasus orang tua yang tidak terima anaknya dihukum guru, bahkan membawa perkara ini ke ranah hukum, semakin sering terdengar. Di sisi lain, fenomena murid-murid yang cenderung tidak menghormati gurunya juga menjadi tanda bahwa wibawa guru sedang mengalami krisis.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana seharusnya kita merefleksikan Hari Guru dalam situasi seperti ini?
Tergerusnya Wibawa Guru di Mata Murid dan Orang Tua
Di masa lalu, guru memiliki posisi terhormat di masyarakat. Mereka dianggap sebagai figur bijaksana yang mendidik tidak hanya dengan ilmu, tetapi juga dengan nilai-nilai kehidupan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketika gadget semakin merajalela, nilai ini tampaknya mulai pudar. Banyak kasus di mana guru yang bermaksud mendisiplinkan murid justru berakhir dihujat, bahkan diproses secara hukum atas tuduhan melampaui batas.
Jika diamati lebih jauh, perubahan ini salah satunya dipengaruhi oleh pergeseran pola asuh dan perspektif orang tua. Banyak orang tua kini lebih protektif terhadap anak-anak mereka, terkadang tanpa memahami konteks mengapa seorang guru memberikan hukuman. Alih-alih mendukung upaya mendidik anak dengan tegas namun bijak, beberapa orang tua justru menuduh guru melakukan tindakan yang merugikan. Sikap ini tidak hanya melemahkan otoritas guru di mata murid, tetapi juga membuat guru merasa rentan dan serba salah dalam menjalankan tugasnya.
Memuat Komentar ...