Kisah Nyai Hj. Solichah A. Wahid Hasyim (6): Teladan Sang Eyang yang Tak Lekang Waktu
Laduni.ID, Jakarta - Nyai Hj. Solichah A. Wahid Hasyim (1922-1994) bukan sekadar tokoh perempuan dalam lingkup keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU), tetapi juga seorang figur yang meninggalkan jejak amat berarti dalam kehidupan cucu-cucunya. Baginya, hidup adalah ladang pengabdian, baik kepada keluarga, masyarakat, maupun agama. Sosoknya yang penuh kasih, teguh pada prinsip, dan bijaksana dikenang oleh setiap cucunya dengan cara yang unik dan penuh emosi. Dalam kisah-kisah yang mereka sampaikan, tersimpan potret hidup Sang Eyang atau Nyai Hj. Solichah sebagai seorang perempuan yang kuat, pemersatu, dan inspiratif.
Bagi Alissa Qotrun Nada Munawaroh, atau Lisa, Eyang adalah sosok yang tidak pernah memandang status sosial atau usia dalam berinteraksi. "Eyang tidak pernah membeda-bedakan. Beliau sering bersilaturahmi, bahkan kepada orang yang jauh lebih muda," kenang Lisa.
Salah satu momen yang diingatnya adalah ketika Eyang menyambangi teman Lisa dari Jombang yang sedang berada di Jakarta. Usia teman tersebut seumuran dengan Lisa, tetapi Eyang tidak merasa sungkan untuk menemui terlebih dahulu. Bagi Lisa, inilah kunci mengapa begitu banyak orang mencintai Eyang. Ketika Eyang wafat, banyak orang dari berbagai kalangan berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir, sebuah bukti nyata bagaimana beliau memelihara hubungan baik dengan siapa pun sepanjang hidupnya.
Lisa juga mengenang perjalanan ke Madura bersama Eyang. Selama seminggu, mereka mengunjungi para kiai dan saudara-saudara di sana. "Kalau menemui famili yang orang tuanya sudah meninggal, Eyang selalu bilang, ‘Aku ini anggaplah pengganti orang tuamu.’ Begitu dekatnya Eyang dengan orang-orang di sekitarnya," ceritanya.
Memuat Komentar ...