Refleksi Kasus "Kekhilafan" Gus Miftah: Antara Meminta Maaf dan Memberi Maaf

 
Refleksi Kasus
Sumber Gambar: nu.or.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Kesalahan adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan manusia. Dalam perjalanan kita sebagai makhluk sosial, kata atau tindakan kita mungkin melukai hati orang lain, baik sengaja maupun tidak. Islam mengajarkan agar kita selalu siap meminta maaf atas kesalahan dan memberi maaf kepada yang bersalah. Perbuatan ini tidak hanya menunjukkan kemuliaan akhlak, tetapi juga membuka pintu keberkahan dan kasih sayang Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

وَلْيَعْفُوا وَلِيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُونَ أَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

Di sini ditegaskan bahwa memberi maaf adalah cermin dari keinginan kita untuk mendapatkan pengampunan dari Allah SWT.

Dulu, saat Abu Bakar r.a berjanji menghentikan bantuannya kepada seorang kerabat yang menyebarkan fitnah tentang Aisyah r.ha, justru Allah menegur agar beliau tetap berlapang dada dan memaafkan.

Lebih dari itu, ketika peristiwa Fathu Makkah, Rasulullah SAW memastikan tidak akan ada kebencian di hati kaum Mukmin. Orang-orang yang dulu memusuhinya, tidak akan dibalas dan sudah dimaafkan, bahkan sebelum mereka meminta maaf. Jiwa besar Rasulullah SAW ini menyentuh banyak hati kaum kafir, yang akhirnya tergerak untuk memeluk Islam. Demikianlah Rasulullah SAW diutus bukan untuk melaknat siapa pun, tetapi sebagai sosok yang komitmen dalam menyebarkan kasih sayang.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN