Nahdlatul Ulama dan Jejak Perjuangannya di Mata Syaikh Hisyam Kabbani

 
Nahdlatul Ulama dan Jejak Perjuangannya di Mata Syaikh Hisyam Kabbani
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Syaikh Hisyam Kabbani, seorang ulama terkemuka, pernah menyatakan bahwa "umat Islam di seluruh dunia berutang budi kepada para ulama Nahdlatul Ulama (NU)."

Pernyataan tersebut bukan hanya sebuah penghormatan, tetapi juga pengakuan atas peran besar NU dalam menjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah di tengah tantangan global. Untuk memahami kedalaman makna pernyataan tersebut, kita perlu menilik sejarah berdirinya NU yang erat kaitannya dengan dinamika politik dunia Islam pada awal abad ke-20.

Mengawal Tradisi, Menampik Sekularisme dan Ekstremisme

Keruntuhan Kesultanan Turki Utsmani pada akhir Perang Dunia I menjadi titik balik dalam sejarah politik Islam. Kekaisaran yang selama berabad-abad dianggap sebagai simbol kekhalifahan Islam global ini mengalami kehancuran setelah bersekutu dengan Jerman dan kalah perang. Kekalahan ini tidak hanya memaksa Turki menyerahkan wilayah jajahannya, tetapi juga melucuti martabat dan pengaruhnya di dunia Islam.

Wilayah-wilayah strategis seperti Irak dan Lebanon dibagi di antara negara-negara pemenang perang, yaitu Inggris dan Prancis. Lebih dari itu, pusat kekuasaan Turki sendiri menghadapi transformasi besar di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatturk.

Meski berhasil merebut kemerdekaan Turki, Atatturk mengubah wajah negara itu secara radikal menjadi sekuler dan antitesis dari tradisi Islam. Pendidikan agama dilarang, adzan harus dikumandangkan dalam bahasa Turki, dan berbagai simbol keislaman dihapuskan. Transformasi ini meninggalkan luka mendalam di kalangan umat Islam yang masih memandang Turki sebagai pewaris kekhilafahan Islam.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN