Menyimak Obrolan Budaya dan Agama antara Gus Dur dan Jaya Suprana

 
Menyimak Obrolan Budaya dan Agama antara Gus Dur dan Jaya Suprana
Sumber Gambar: Okezone News/Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam setiap pertemuan, Presiden ke-4 Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1939-2009) selalu memiliki cara unik untuk menghadirkan kebijaksanaan dalam balutan humor yang menggelitik. Salah satu momen yang paling membekas adalah obrolannya dengan Jaya Suprana, seorang maestro seni dan humoris ternama. 

Percakapan mereka bukan hanya penuh tawa, tetapi juga menggugah pemikiran tentang kehidupan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Seperti dua sahabat yang saling melengkapi, dialog mereka membuka perspektif baru yang tak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi. 

Gus Dur mengisahkan Abu Nawas, seorang tokoh yang dikenal karena humor dan kecerdasannya, namun di akhir hayatnya menjadi seorang sufi besar. Salah satu puisi ciptaannya yang terkenal, "Ilahi Lastu Lil Firdausi Ahla," mencerminkan kedekatan spiritual yang mendalam. Dalam puisi tersebut, Abu Nawas dengan rendah hati mengungkapkan ketidakwajarannya masuk surga, namun juga ketidakmampuannya menghadapi neraka. Lagu ini, yang usianya lebih dari 1200 tahun, masih dilantunkan di banyak tempat, termasuk masjid-masjid dan pesantren di Indonesia.

Jaya Suprana mengupas makna "Lir Ilir," sebuah tembang Jawa karya Sunan Ampel. Liriknya yang berbunyi, "Lir ilir, tandure wis sumilir, tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar," adalah metafora tentang kebangkitan spiritual dan budaya. Lagu ini menjadi jembatan antara ajaran agama Islam dengan kebudayaan lokal, menciptakan kebijaksanaan yang bertahan hingga kini.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN