Seruan “Imsak” dari Toa Masjid: Antara Ijtihad dan Kesalahpahaman

 
Seruan “Imsak” dari Toa Masjid: Antara Ijtihad dan Kesalahpahaman
Sumber Gambar: sindonews.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Setiap menjelang bulan Ramadan, umat Islam di Indonesia sudah akrab dengan suara toa masjid yang mengumumkan waktu sahur dan imsak. Biasanya, beberapa menit sebelum adzan Subuh berkumandang, para muadzin atau pengurus masjid mengingatkan jamaah untuk segera menyelesaikan santap sahur mereka, dengan seruan panjang; “imsak…, imsak…, imak….”. Tradisi ini telah mengakar kuat di masyarakat, menjadi bagian dari atmosfer khas Ramadhan yang dirindukan banyak orang.

Namun, belakangan muncul perdebatan mengenai urusan seruan imsak. Sebagian orang mempertanyakan keabsahannya, bahkan menganggapnya sebagai bid’ah—sesuatu yang tidak ada tuntunannya dari Nabi Muhammad SAW. Lantas, bagaimana sebetulnya posisi imsak dalam Islam? Apakah pengumuman imsak melalui toa masjid memang menyalahi syariat, atau justru merupakan bentuk ijtihad yang berlandaskan sunnah?

Konsep Imsak sebagai Ijtihad yang Berlandaskan Sunnah

Secara bahasa, kata imsak berasal dari bahasa Arab (الإمساك) yang berarti “menahan diri”. Dalam konteks puasa, imsak merujuk pada waktu di mana seseorang dianjurkan untuk mulai berhati-hati dalam makan dan minum sebelum fajar tiba.

Dasar dari konsep imsak sebenarnya dapat ditemukan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW. Misalnya dalam riwayat Hadis Bukhari berikut ini:

سَمِعَ رَوْحٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا، قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الصَّلَاةِ فَصَلَّى. فَقُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنَ السَّحُورِ وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلَاةِ؟ فَقَالَ: قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN