Mengapa Ilmu Bertambah, Hati Kian Gundah? Renungan Syekh Jamil Jaho Minangkabau

 
Mengapa Ilmu Bertambah, Hati Kian Gundah? Renungan Syekh Jamil Jaho Minangkabau
Sumber Gambar: Archive.org/maktabah tahmil, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Syekh Muhammad Jamil Jaho, atau dikenal sebagai Inyiak Jaho (1875–1945) merupakan seorang ulama Minangkabau dari Jaho, Tanah Datar, yang berperan penting dalam pengembangan pendidikan Islam di Sumatra Barat. Ia mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Jaho dan turut serta dalam pembentukan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) bersama beberapa ulama Kaum Tuo lainnya. Pada 1908, Jamil berangkat haji ke Makkah sekaligus menuntut ilmu agama. Di sana, ia berguru kepada ulama-ulama terkemuka seperti Syekh Ahmad Khatib al-Minankabawi, Syekh Ali al-Maliki, dan Syekh Mukhtar al-Affani. Setelah menimba ilmu selama sepuluh tahun, ia kembali ke Minangkabau dan melanjutkan perjuangannya dalam dakwah serta pendidikan Islam.

Syekh Jamil Jaho banyak menyusun kitab. Di salah satu teksnya, terseirat menggambarkan perjalanan batin seseorang ulama yang telah menempuh usia lima puluh delapan tahun dan telah menghabiskan hidupnya dalam menuntut ilmu. Namun, meskipun ilmunya terus bertambah, beliau merasa hatinya tidak mengalami perubahan yang lebih baik. Justru, semakin dalam beliau berilmu, semakin besar kecenderungan hatinya terhadap dunia, dan semakin lemah semangatnya dalam beribadah.

Kondisi ini membuatnya merenung dan bertanya-tanya: Mengapa ilmu yang dikumpulkan selama ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada hatinya? Mengapa semakin bertambah pengetahuannya, semakin malas ia dalam beribadah? Setelah berpikir dan meneliti lebih dalam, Syekh Jamil Jaho menyadari bahwa penyebab utama dari keadaan ini adalah hilangnya muraqabah, yakni kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi setiap gerak-geriknya. Beliau juga merasa bahwa dirinya kurang terbiasa untuk bertafakur, merenungkan hakikat kehidupan dan hubungannya dengan Allah. Lebih dari itu, ia menyadari bahwa keyakinannya kepada Allah tidak sekuat yang seharusnya, dan hubungannya dengan-Nya tidak cukup kokoh.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN