LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman

INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID

Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional, pemeliharaan, dan pengembangan portal dakwah Islam ini

Bacaan “Taradhdhi” dalam Shalat Tarawih: Tradisi Nusantara yang Sarat Makna

by CoAdmin2-Hakim
48 Views
Senin, 10 Maret 2025

Laduni.ID, Jakarta - Dalam khazanah Islam Nusantara, ada banyak tradisi yang berkembang seiring dengan perjalanan dakwah para ulama terdahulu. Salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini, khususnya di kalangan Nahdliyin, adalah tradisi “taradhdhi” (ترضى) dalam shalat Tarawih. Tradisi ini berupa seruan Radiyallahu ‘anhu (رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ) yang dibaca serempak oleh jamaah setelah nama-nama khalifah rasyidin disebutkan oleh seorang bilal sebelum melanjutkan rakaat shalat berikutnya. Tradisi ini bukan hanya memiliki nilai historis yang kuat, tetapi juga mengandung hikmah syiar dan penguatan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah.

Konon, tradisi membaca taradhdhi diyakini berakar dari era Kesultanan Demak Bintoro di bawah kepemimpinan Raden Fattah. Pada masa itu, Islam di Nusantara masih mendapat pengaruh dari berbagai aliran, termasuk kelompok yang cenderung meremehkan bahkan menolak keutamaan para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun. Demi menjaga kecintaan umat Islam kepada para sahabat Nabi serta memperkuat ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, Raden Fattah, atas saran para wali songo, menginstruksikan agar dalam setiap shalat Tarawih disebutkan nama-nama khalifah sesuai dengan urutan rakaat yang akan dijalankan. Tapi kisah ini masih diperdebatkan kebenarannya.

Namun demikian, bagaimanapun sudut pandang yang dipakai dalam mengulik tradisi membaca taradhdhi, yang perlu ditekankan tidak lain adalah tentang kelestarian tradisi itu sendiri. Dalam perkembanganya, selain sebagai syiar akidah, tradisi ini ternyata juga memiliki fungsi praktis, yaitu membantu jamaah mengingat jumlah rakaat yang telah ditunaikan dalam shalat Tarawih. Lebih dari itu, pada hakikatnya tradisi ini bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan bagian dari strategi dakwah yang cerdas dan penuh hikmah. Dan pada akhirnya, sampai saat ini masih lestari dan diamalkan secara turun temurun di berbagai kalangan.