Filosofi “Kolak”: Kearifan Nusantara dalam Sajian Berbuka Puasa

 
Filosofi “Kolak”: Kearifan Nusantara dalam Sajian Berbuka Puasa
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam khazanah kuliner Nusantara, kolak bukan sekadar makanan penutup yang lezat, tetapi juga menyimpan filosofi mendalam yang berakar pada nilai-nilai keislaman dan budaya Jawa.

Kolak kerap menjadi hidangan khas saat berbuka puasa di bulan Ramadhan. Kehadirannya bukan hanya untuk memanjakan lidah setelah seharian berpuasa, tetapi juga menjadi pengingat akan berbagai makna kehidupan yang terkandung dalam setiap komposisinya.

Konon, secara etimologis kolak dikaitkan dengan dua kata dalam bahasa Arab, yakni khala’ dan kholaqo. Kata khala’ bermakna “kosong”, yang dapat diartikan sebagai kondisi hati manusia yang seharusnya terbebas dari dosa dan keburukan, sehingga layak diisi dengan kebaikan dan ketakwaan. Sementara itu, kholaqo berasal dari akar kata yang sama dengan Khaliq, yang berarti “mencipta”. Makna ini menegaskan bahwa hidup manusia sejatinya harus selalu mendekat kepada Sang Pencipta agar memperoleh keberkahan dan keselamatan. Hal ini selaras dengan pesan yang terkandung di dalam ajaran agama Islam, bahwa manusia itu memang diciptakan untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN