Hukum Menjadi Makmum dari Imam yang Fasiq dalam Perspektif Fiqih

 
Hukum Menjadi Makmum dari Imam yang Fasiq dalam Perspektif Fiqih
Sumber Gambar: antaranews.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam ajaran Islam, shalat berjamaah memiliki keutamaan yang sangat besar. Sebagai ibadah yang bersifat kolektif, shalat berjamaah dipimpin oleh seorang imam yang berperan layaknya seorang pemimpin dalam perjalanan spiritual menuju Allah SWT. Oleh karena itu, pemilihan imam yang tepat merupakan salah satu aspek penting agar shalat dapat terlaksana dengan sempurna dan diterima oleh Allah SWT. Namun, bagaimana jika imam tersebut adalah seorang fasiq—yakni seseorang yang sering melanggar ketentuan agama, seperti peminum khamr, pendusta, atau pelanggar norma sosial?

Dalam kitab Fathul Mu’in, dijelaskan bahwa bermakmum kepada imam yang fasiq hukumnya makruh, sebagaimana dinyatakan berikut ini:

وكره اقتداء بفاسق و مبتدع

“Dimakruhkan mengikuti (berimam kepada) orang fasiq dan ahli bid’ah.”

Dimakruhkannya bermakmum kepada imam yang fasiq karena terdapat ketidaksempurnaan dalam kepemimpinannya, terutama dalam aspek menjaga kesempurnaan ibadah. Imam Syafi’i bahkan pernah menyebutkan perihal seorang imam yang dikenal kefasiqannya:

وكفى به فاسقا

“Cukuplah ia (seorang imam yang fasiq) disebut fasiq.”

Namun demikian, shalat di belakang imam yang fasiq tetap sah berdasarkan pendapat yang lebih kuat (mu’tamad), dengan dalil bahwa Abdullah bin Umar pernah tetap shalat di belakang Al-Hajjaj bin Yusuf, seorang pemimpin yang dikenal zalim pada masanya. Hal ini sebagaimana penjelasan di dalam

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN