Fenomena “Kultum” di Masyarakat Kota: Antara Oase Spiritualitas atau Rutinitas Belaka

 
Fenomena “Kultum” di Masyarakat Kota: Antara Oase Spiritualitas atau Rutinitas Belaka
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Setiap kali bulan Ramadhan tiba, fenomena “kultum” kembali menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kota. Istilah yang merupakan singkatan dari “kuliah tujuh menit” ini merujuk pada ceramah singkat yang biasanya mengisi jeda sebelum atau sesudah shalat Tarawih, atau mungkin juga sebelum berbuka puasa di bulan Ramadhan.

Sebagai sebuah tradisi, sebenarnya kultum memiliki peran yang cukup penting dalam membangun kesadaran spiritual masyarakat urban yang sehari-hari lebih banyak disibukkan dengan urusan duniawi. Namun, fenomena ini juga tidak lepas dari berbagai kritik, terutama terkait substansi dan efektivitasnya dalam membentuk pemahaman agama yang mendalam.

Di tengah kesibukan masyarakat perkotaan yang sering kali terjebak dalam rutinitas kerja, kultum hadir sebagai momentum reflektif yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan siraman rohani. Dengan durasi yang cukup singkat, kultum memberikan pencerahan cepat tanpa mengganggu jadwal aktivitas masyarakat kota yang cenderung padat. Ini tentu menjadi sebuah apresiasi tersendiri, karena di era modern akses terhadap ilmu agama sering kali menjadi hal yang tersisih oleh prioritas duniawi.

Selain itu, kultum juga dapat menjadi sarana efektif dalam menyebarkan nilai-nilai moral dan etika Islam. Dengan penyampaian yang ringkas dan langsung pada inti permasalahan, kultum berpotensi menarik perhatian banyak orang, termasuk mereka yang jarang mengikuti kajian agama dalam kesehariannya. Hal ini tentu menjadikan kultum sebagai instrumen dakwah yang relevan dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat kota.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN