Membaca Ulang Islam untuk Dunia yang Dinamis, Refleksi KH. Abdurrahman Wahid

 
Membaca Ulang Islam untuk Dunia yang Dinamis, Refleksi KH. Abdurrahman Wahid
Sumber Gambar: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - KH. Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur, adalah sosok ulama, pemikir, dan negarawan yang pemikirannya terus relevan hingga hari ini. Sebagai mantan Ketua Umum PBNU dan Presiden ke-4 Indonesia, ia dikenal karena pemikirannya yang luas, progresif, dan humanis. Gus Dur selalu menekankan pentingnya keterbukaan dalam beragama, keadilan sosial, serta hubungan harmonis antara Islam dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia tidak sekadar berbicara tentang bagaimana umat Islam mempertahankan tradisi, tetapi juga bagaimana mereka harus menafsirkan kembali warisan Islam agar tetap relevan dengan zaman.

Dalam salah satu refleksinya, Gus Dur menegaskan bahwa kaum muslimin masa kini tidak dituntut untuk menciptakan kembali kejayaan masa lalu, seperti mendirikan mazhab baru dalam fiqh atau menciptakan karya sastra besar. Sebaliknya, tugas mereka jauh lebih berat: menafsirkan, menerapkan, dan memperbarui warisan peradaban Islam dalam konteks modern. Tantangan terbesar umat Islam saat ini bukanlah sekadar mengulang sejarah, tetapi bagaimana mereka bisa menjawab kebutuhan zaman dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam.

Tema ini menjadi penting untuk dibahas, terutama di era globalisasi yang penuh tantangan baru. Bagaimana umat Islam bisa tetap relevan tanpa kehilangan jati diri? Bagaimana kita bisa meneruskan tradisi, tetapi dengan cara yang lebih kreatif dan kontekstual? Pemikiran Gus Dur mengajak kita untuk tidak hanya melihat Islam sebagai peninggalan sejarah, tetapi sebagai ajaran yang hidup dan terus berkembang, sesuai dengan perubahan zaman.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN