Indahnya Berpuasa Ghibah Politik

 
Indahnya Berpuasa Ghibah Politik

 

LADUNI. ID, HIKMAH- Salah satu perbuatan yang sangat ringan dilakukan tetapi berat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak adalah gibah, termasuk gibah politik. Padahal, gibah tergolong akhlak tercela yang sering kali membuat pegibah terlena dalam "keasyikan" melakukan gibah, terutama melalui media sosial seperti WA, FB, IG, atau Twitter.

Diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bertanya: "Tahukah kalian apa itu gibah?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nyalah yang paling tahu." Nabi SAW lalu men jelaskan: "Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang tidak disukainya." Seorang bertanya: "Bagaimana jika yang ku bicarakan itu ada pada dia?" Beliau menyatakan: "Jika apa yang engkau bicarakan itu memang ada padanya, maka engkau telah menggibahnya. Dan jika yang kau bicarakan itu tidak ada padanya, berarti engkau telah melontarkan suatu tuduhan dusta kepadanya." (HR Muslim).

Kampanye hitam, menebar ujaran kebencian, menjelek-jelekkan, dan menggunjingkan aib pihak lain termasuk gibah politik yang dilarang. Para ulama membagi gibah menjadi dua: gibah yang dilarang dan termasuk akhlak tercela dan gibah yang diperbolehkan (dalam situasi dan kondisi tertentu). Gibah yang dilarang adalah gibah yang sengaja dilakukan untuk membicarakan, menyebarluas kan, dan mem-bumbui keburu kan atau kejelekan orang lain (meskipun faktanya benar).

Menurut Imam Nawawi, "Ketahuilah bahwa gibah diperbolehkan untuk tujuan yang benar sesuai dengan syariat dan hal ini tidak mungkin ditempuh kecuali dengan gibah." Gibah yang diperbolehkan dapat berupa: pertama, al-tazhalum, melaporkan terjadinya kezaliman. Kedua, al-isti'anah ala taghyir almunkar, meminta bantuan untuk mengubah kemungkaran. Ketiga, alistifta', meminta fatwa mengenai suatu permasalahan yang sangat bermaslahat bagi umat dan bangsa.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN