Kelahiran Puisi RIndu
LADUNI.ID - “Rindu itu menyakitkan bukan?
Hanya akan semakin bertambah tanpa tahu kapan ia berkurang”. Enha
Percy Bysche Shelly seorang penyair berkata, puisi adalah rekaman dari saat-saat yang paling baik dan paling menyenangkan dari pikiran-pikiran yang paling baik dan paling menyenangkan. Rekaman perasaan dan peristiwa menjadi indah, jika untaian kata tertata menjadi rangkaian puisi. Dan antologi puisi “Rindu Yang Sama”, seperti membaca peristiwa hujan yang turun dari langit karena kerinduannya pada bumi, bumi yang lama mengering butuh keintiman dengan langit, yang konon adalah keduanya pernah menjadi satu pelukan, tapi kemudian berpisah dan mengatur jarak (peristiwa Big Bang). Maka penyair merekan kerinduan bak hujan itu pada puisi “Sajak Hujan”, /Masih pantaskah aku melanglang dalam hatimu/ Setelah air hujan beserta angin yang kupunya sudah tak sanggup lagi memadamkan bara rindu ini/.
Puisi “Rindu Yang Sama” merekam percikan-percikan paling istimewa yang terjadi dalam diri penulisnya. /Suaramu bak embun pagi yang mampu mencairkan nan menyejukkan hati/ tak kala rindu ini sudah membeku/, Maka, hujani aku dengan suaramu pagi ini/ Agar rinduku kembali berseri. Seperti saat pertama aku mengenalmu. Rekaman rasa, walau tidak sepenuhnya nyata, ia berangkat dari kenyataan yang sesungguhnya. Di sinilah puisi dicipta, agar percikan itu menyatu membeku salju. Dan buku antologi puisi ini adalah rekaman rindu yang paling syahdu, walau ia tidak benar-benar mewakili rasa.
Memuat Komentar ...