Baik Belum Tentu Bermanfaat

 
Baik Belum Tentu Bermanfaat

LADUNI.ID, Jakarta - Tertawa senantiasa dilakukannya sepenuh hati. Raut mukanya seperti menyimpan tawa dalam kadar sangat besar, Sedikit alasan saja sudah cukup membuatnya tergelak-gelak. Sering kali orang sekitarnya terbawa pada suasana penuh tawa seperti itu. Hanya kesopanan bersikap di depan seorang kiai sajalah yang menahan mereka dari turut tertawa tergelak-gelak.

 

Seperti kecenderungannya yang begitu besar untuk tertawa sepenuh hati itu, Kiai Ali Krapyak memiliki pandangan serba-optimistis tentang kehidupan dan tentang tempatnya sendiri dalam kehidupan itu.

Begitu optimistis ia memandang peranannya dalam kehidupan, sehingga ia sering bagaikan bertindak semau-maunya. Menasehati menteri, menyindir orang lain, dan membuat lelucon bahkan hingga tentang soal-soal keagamaan yang terdalam sekalipun (seperti kepercayaan kepada para wali).

la sendiri yang menetapkan hak berbuat demikian, dan ia tidak bertanya kepada orang lain tentang tepat atau tidaknya tindakan seperti itu. Pokoknya ia yakin tentang penting atau benarnya suatu hal, langsung dilakukannya.

Walaupun bergaul dekat dengan banyak pejabat pemerintahan dari tingkat teras di pusat dan daerah, sering kali ia mengambil sikap melawan dan menyanggah. Kasus RUU Perkawinan pada tahun 1973-1974. Kasus tanda gambar Ka’bah menjelang Pemilu 1977. Kasus aliran kepercayaan dalam SU-MPR yang lalu. Kasus liburan puasa.

Mengapakah kiai yang begitu luas dan bersifat akomodatif dalam pergaulan dapat mengambil sikap “keras” dalam kasus-kasus di atas? Bukankah itu berarti adanya inkonsistensi antara pola umum hidupnya yang serba-akomodatif dan kekerasan kepala dalam beberapa hal?

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN