Eksklusivisme vs Inklusivisme

 
Eksklusivisme vs Inklusivisme

LADUNI.ID - Tanggal 3 Februari 2019 lalu saya diundang oleh Jaringan Gusdurian, untuk bicara dalam acara FGD bertema : "Perempuan dan Eksklusivisme Beragama". Tema ini diambil untuk didiskusikan kembali, sebagai respon atas penolakan sebagian kaum muslimin terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang tengah dibahas di DPR RI.

Ada sejumlah alasan penolakan atasnya. Yang paling mengemuka dan terus disuarakan adalah bahwa RUU tersebut membuka pintu perzinaan, seks bebas atau prostitusi. Para konseptor dan pendukungnya telah memberikan penjelasan bahwa RUU ini difokuskan pada soal "Kekerasan Seksual". Sementara soal zina sudah ada dalam UU yang lain. Dan adalah tidak mungkin para anggota Legislatif yang mayoritas mutlak adalah muslim menghalalkannya.

Terlepas dari debat panjang soal itu, ada satu hal yang sempat disampaikan mereka yang menolak. Yaitu bahwa RUU tersebut merupakan agenda kaum feminis. Feminisme menurut mereka adalah produk Barat yang sekuler. Dan Barat itu "Liberal" sebuah terma yang mengandung makna stigmatik: sesat, liar dan menyimpang dari norma sosial dan agama. Jadi RUU P-KS itu menurut mereka harus ditolak, di samping mengandung bahaya yang mengancam norma agama, juga didalangi oleh pemikiran feminisme yang berasal dari Barat yang non Islam.

Nah, isu yang terakhir ini menjadi problem krusial kita. Jika kita menolak pandangan orang hanya karena dia "orang lain", maka inilah yang disebut pandangan dan sikap eksklusiv. Eksklusivisme biasanya didefinisikan sebagai paham yang memisahkan diri dari pandangan umum. Paham ini menutup diri dari masuknya paham orang lain dan kokoh dengan pahamnya sendiri.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN