Langkah Taktis Membendung Veteran HTI
LADUNI.ID - Baru-baru ini pemerintah melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dengan demikian, HTI resmi dibubarkan oleh pemerinta
HTI dapat dikatakan sebagai ormas pertama sebagai korban dari implemetasi Perppu nomor 2 tahun 2017 pasal 80 A. Banyak kalangan menilai kebijakan tersebut sebagai luapan emosi politik belaka, bahkan sebagian kelompok Islamis menempatkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada kelompok-kelompok anti Islam. Sebagai agenda berikutnya, tumbangnya HTI tersebut satu sisi sebagai bagian dari perjuangan kaum Islamis yang terjegal, namun di sisi yang lain justru sebagai awal berkobarnya deru perjuangan lainnya yang jauh lebih membahana serta siap membakar serpihan-serpihan kelompok Islam terpinggirkan lainnya masuk pada jilid perjuangan berikutnya dengan nama dan kemasan yang berbeda.
Sementara pada segementasi yang lain, tumbangnya HTI disambut dengan euforia berlebihan dengan menengadah menyiapkan penampung para veteran HTI yang diharapkan berpindah ke jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Harapan ini terlalu husnudzan walau berburuk sangka juga tidak dapat sepenuhnya dituduhkan bagi mereka. Pertimbangan logis, historis dan politis tentu adalah pertimbangan yang relevan, apakah euforia penuh atau euforia taktis sebagai pilihan.
Pembubaran HTI memang tidak dapat direspon sederhana, kelindan dakwah dan kepentingan politik dalam segmentasi gerakan HTI selama ini menjadi pertimbangan yang signifikan untuk tidak menempatkan pembubaran HTI sebagai angin berlalu. Segmentasi dakwah yang mengusung dasar-dasar normatif Islam dengan lingkup sasaran kalangan awam telah menumbuhkan kekuatan tersendiri. Sehingga dengan demikian, bubarnya HTI secara dejure belum dapat dipastikan secara defacto. Friksi politik dan sosial terus akan bergulir, bahkan dapat saja menjadi bola liar yang arah dan pantulannya tidak dapat diketahui secara pasti.
Memuat Komentar ...