Gus Nadir : Mumi
LADUNI.ID - Kaisar Leo III yang berkuasa pada pertengahan abad kedelapan Masehi di Byzantium murka besar. Kekalahan pihak Kristen terhadap Islam, menurutnya, karena umat Kristiani tidak lagi menyembah Tuhan secara murni.
Alih-alih beribadah secara murni, mereka telah menaruh wajah Yesus dalam bentuk gambar, patung, dan kreasi seni lainnya. Sang Kaisar juga menuduh bahwa umat Kristiani telah menyembah selain Yesus seperti para Wali (Saint) yang juga menjdi objek karya seni pada masa itu. Menurut Leo ini berbeda dengan kelompok Islam yang mengharamkan segala macam bentuk gambar dan patung. Ketidakmurnian Kristen kalah oleh kemurnian Islam. Mulailah Kaisar Leo III memerintahkan untuk menghancurkan segala macam bentuk gambar dan patung. Inilah periode yang dinamai oleh sejarawan sebagai Iconoclasm di Byzantium.
Pangkal muasalnya memang soal ekspresi keberagamaan. Sejauhmana gambar dan patung memiliki atribut keilahian. Salah satu perintah dalam Ten Commandments jelas melarang untuk menyembah berhala. Ada pesan Tauhid yang kokoh dalam tradisi 3 agama besar (Yahudi, Kristen dan Islam). Namun sekali lagi, sejauhmana ekspresi keberagamaan dalam bentuk seni dan patung diharamkan?
Dalam tradisi Islam, Tuhan disembah tanpa perantara. Tidak ada ‘penampakan’ dalam bentuk apapun karena kekhawatiran akan penyimpangan tauhid. Wajah Nabi Muhammad pun menjadi sesuatu yang sakral untuk bisa dituangkan dalam karya seni. Tapi bagaimana dengan objek lainnya selain Allah dan Nabi? Bolehkah? Ketika Islam tersebar di luar jazirah arabia, Islam mulai bersentuhan dengan budaya non-arab seperti Parsi di Iran, Hindu di India serta Kristen-Eropa di Spanyol dan Italia. Bukan saja mulai terjadi pemisahan antara mana budaya Arab dan mana inti ajaran Islam, tapi lambat laun juga mulai terjadi dialog antar peradaban. Ekspresi Islam menjadi warna-warni, meski tauhid tetaplah sama dan menjadi harga mati.
Memuat Komentar ...