Para Pengkritik yang Tak Berkelas

 
Para Pengkritik yang Tak Berkelas

LADUNI.ID, Jakarta - Saya kira kalau menganalogikan Ketum PBNU dengan orang mabok itu sudah melewati batas. Sudah keluar dari adabul ikhtilaf, أداب الاختلاف. Etika berbeda pendapat.

Tidak pantas dikatakan, ditulis, dinyatakan oleh siapapun, apalagi seorang da'i. Tidak perlu cerdas untuk berani menyatakan keberatan atas pernyataan seperti itu.

Apalagi Ketum PBNU memiliki nasab yang jelas, riwayat pendidikan panjang, kiprah di NU juga bukan setahun dua tahun. Jika dihitung sejak 1994, tidak kurang 25 tahun beliau telah berkiprah di NU.

Pemikiran beliau juga tidak ada yang menyimpang, tidak dipahami mungkin ia, yang jelas, mereka yang menuduhnya sesat tidak memiliki pengalaman baca seluas beliau.

Bagi saya, andai orang-orang yang mengkritik itu pemahaman agamanya dijadikan satu, masih jauh dari kelayakan menjadi lawan setanding dengan kealiman ketum PBNU. Mungkin subjektif, tapi Anda bisa mengukur akurasi anggapan saya ini dengan melihat karir intelektual beliau.

Prof Dr. KH. Said Aqil Siradj itu kepakaran dalam tarikh dan firaq Islam selevel Prof. Dr. Quraish Shibah dalam tafsir. Kelasnya ceramah di forum-forum intenasional.

Tapi beliau rendah hati, mau masuk ke kampung-kampung, berkenan menurunkan level berpikirnya ke dalam alam pikir masyarakat bawah. Berpayah-payah ceramah hingga larut malam.

Dengan pernyataan-pernyataan kelompok ini, saya menjadi paham kenapa dahulu 4 khalifah dimusuhi; sayidina Abu Bakar dianggap tidak layak menjadi khalifah, Umar tidak kapabel, Ustman nepotisme, bahkan Sayidina Ali dituduh tidak adil.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN