NU, Negara Bangsa dan Status Non Muslim

 
NU, Negara Bangsa dan Status Non Muslim

LADUNI.ID - Nahdlatul Ulama baru saja menyelenggarakan Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Banjar Jawa Barat. Tepatnya, pada 27 Februari-1 Maret 2019. Berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik didiskusikan para kiai NU dari perspektif fikih Islam di forum itu. Temanya cukup beragam, mulai dari soal bahaya sampah plastik, bisnis money game, konsep Islam Nusantara, hingga soal negara bangsa, dan status nonmuslim yang ada di dalamnya.

Dari beberapa tema yang didiskusikan tersebut, tampaknya masalah terakhir ialah yang paling banyak menyedot perhatian publik dan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Ada sekelompok orang yang dari awal sudah mengambil sikap apriori, tak mau tahu argumennya; pokoknya tolak saja. Yang lain sepertinya salah paham karena membaca keputusan Munas NU melalui narasi media yang belum utuh.

Namun, banyak juga para pelajar Islam yang cepat meminta klarifikasi (tabayyun) sehingga ketika dijelaskan, mereka bukan hanya menerima, bahkan juga mendukung. Berbagai artikel yang menunjukkan afirmasi terhadap keputusan Munas NU itu terus bermunculan.

Terkait dengan tema itu, saya ingin menjelaskan demikian. Dalam kurun waktu lama sebenarnya telah terjadi diskursus di kalangan para pengkaji fikih politik Islam tentang bagaimana pandangan Islam tentang negara bangsa (nation state) seperti Indonesia, dan bagaimana status dan kedudukan nonmuslim yang ditinggal di dalamnya.

Pokok soal itu bahkan terus merasuk ke lingkungan umat Islam karena ada sebagian tokoh Islam yang menyatakan bahwa negara bangsa itu konsep thaghut yang harus ditentang. Ia tidak islami dan tidak syari.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN