Fikih Muslim Bali, Bagaimana Masyarakat Bali Merawat Toleransi Beragama Saat Nyepi

 
Fikih Muslim Bali, Bagaimana Masyarakat Bali Merawat Toleransi Beragama Saat Nyepi

LADUNI.ID | BALI - 

 Selama penulis tinggal di Bali, sudah tak terhitung berapa kali merasakan Hari Raya Nyepi. Memang benar-benar sepi. Suasana yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk perkotaan, menjadi sepi dan sunyi. Tepat shalat subuh semuanya menjadi hening. Tidak ada suara bergemuruh mengisi ruang dan waktu. Semua aktifitas, terutama aktifitas yang dilakukan luar rumah. Perkantoran, mall, pertokoan, pasar, lembaga pendidikan, dan semua yang menjadi tempat kerja orang-orang sementara ditutup atau diliburkan.

Intinya tidak ada aktifitas di luar rumah. Semua orang berdiam di rumah masing-masing, atau sebagian ada yang memilih keluar dari pulau Bali, dijadikan kesempatan berlibur atau bersilaturrahim dengan keluarga di luar Bali. Dan sangat lebih terasa sepi dan sunyi setelah matahari terbenam. Seluruh wilayah Pulau Seribu Pura ini seolah ditelan kegelapan malam, karena tidak ada cahaya lampu yang hidup memancar, memang benar-benar sepi dan gelap.

Begitulah kondisi Bali di saat merayakan Hari Raya Nyepi. Bagaimana jika Hari Raya Nyepi bertepatan dengan hari Jum’at atau Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha? Saat seperti inilah kita akan menyaksikan betapa masyarakat Bali sungguh menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi sebagai wujud hubungan yang harmonis dengan umat Islam di Bali. Ketika Hari Raya Nyepi bertepatan dengan hari Jum’at atau Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, umat muslim di Bali tetap diperkenankan menunaikan shalat Jum’at di Masjid.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN