NU Hanya Memandu Penggunaan Kata "Kafir", Mengapa Ada yang Ngamuk?

 
NU Hanya Memandu Penggunaan Kata

LADUNI.ID, Jakarta - Istilah kafir sudah dikenal oleh orang Indonesia dalam semua agama dengan berbagai variasinya. 

Jadi tidak ada yang patut dipermasalahkan lagi.  Keputusan Munas NU 2019 di Kota Banjar hanyalah penegasan distribusi penggunaan kata tersebut. 

Dalam ranah aqidah, sebagai warga NU tentu sudah faham istilah kafir ditujukan kepada siapa, bahkan anak pondokan pastinya tahu tingkatan dan jenis kafir itu apa saja.  

Karena istilah tersebut dalam pergaulan jika dipakai melabeli seseorang mengandung nilai rasa yang buruk dalam Bahasa Indonesia,  maka cukuplah masuk dalam ranah privat.  Bukan ranah publik. 

Dalam ranah publik, terutama pada bagian muamalah. Saat berurusan dengan adab,  tentu istilah kafir harus diperhatikan penggunaannya. Ini adab bangsa Indonesia.  

Jadi salahnya di mana?  Tidak ada yang salah.  Hanya saja,  saat hati sudah dipenuhi dengan kebencian kepada NU,  maka apa saja dicari celahnya. 

Mulai dari NUnya disesatkan hingga tokoh yang membahas dan memutuskan hal tersebut dicaci maki seperti yang sudah-sudah.  

Lagi-lagi yang terjadi adalah penggorengan sedemikian rupa sehingga seakan-akan NU hendak mengedit Al Quran.

Para pembenci itu lupa,  bahwa setiap mereka menggoreng fitnah selalu membawa apes dan topeng mereka sendiri dibuka Gusti Allah secara kontan. 

Para pembenci itu lupa.  Gorengan itu nanti akan gosong dengan sendirinya dan minyak panasnya akan nyiprat ke muka penggorengnya.  Seperti yang sudah-sudah. 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN