Menyelamatkan ASN Radikal
LADUNI.ID - Pada pertemuan Presiden Jokowi dengan GP Ansor hari Jum'at 11 Januari 2019 secara khusus membicarakan dua hal yakni adanya Aparat Sipil Negara (ASN) yang berpaham radikal dan kecenderungan aspirasi politik mereka di Pemilu 17 April mendatang. Yang sudah mengenal GP Ansor pasti paham kalau GP Ansor secara kelembagaan bersikap netral di arena politik praktis. Lain halnya di tataran politik kebangsaan dan kenegaraan, sikap GP Ansor jelas berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara. Di sini konteks laporan yang disampaikan GP Ansor kepada Jokowi.
Umumnya radikalisme di Indonesia terbagi dalam dua kelompok yakni kelompok yang anti NKRI dan otomatis anti pemerintah. Kedua kelompok yang mengakui NKRI tetapi oposisi terhadap pemerintah. Kelompok pertama berlatar belakang ideologi transnasional seperti al-Qaeda, HTI dan ISIS. Kelompok ini juga anti demokrasi baik demokrasi substansial maupun prosedural. Otomatis mereka golput meskipun tak dikatakan secara tegas dan jelas.
Faktanya mereka merasa bukan sebagai al-muwathin (warga negara Indonesia) karena NKRI bukan negara mereka. Pengikut ISIS sudah memiliki negara, Khilafah yang dipimpin oleh Abu Bakar Al-Baghdadi adapun pengikut Al-Qaeda dan HTI tidak/belum punya negara. Di Indonesia pengikut ISIS merupakan warga negara asing dimana negara mereka tidak memiliki hubungan diplomatik dengan pemerintah RI. Sedangkan pengikut Al-Qaeda dan HTI adalah warga negara asing yang tidak memiliki negara.
Memuat Komentar ...