Narasi Kebencian Berubah Menjadi Aksi Kekerasan
LADUNI.ID, Jakarta - Innalillahi wainna ilaihi raajiun... Satu lagi tragedi kemanusiaan terjadi. Lebih dari 40 orang syahid dalam tragedi yang sangat biadab. Sebagai Muslim saya yakin bahwa orang yang syahid tidaklah mati, mereka tetap hidup. Kita kehilangan raga mereka, tetapi kita tidak pernah kehilangan semangat dan hikmah mereka yang selalu hidup. Tragedi ini membuka mata dunia, memberi beberapa pelajaran yang berharga ...
Pertama, kebencian tak mengenal (dan tak ada hubunganya dengan) agama atau bangsa. Kebencian bisa merasuk pada siapa pun yang lemah sisi kemanusiannya. Kebencian seperti kanker yang terus menjalar dan membesar berubah jadi kekerasan. Ekstremisme sering diidentikan dengan timur, padahal negara barat pun telah mengidap kanker yang cukup akut. Kelompok white supremacy dan neo nazi tumbuh subur di Amerika dan Eropa. Southern Poverty Law Center (SPLC) membuat peta kebencian (hate map) yang mendata 954 kelompok kebencian yang tersebar di berbagai negara bagian Amerika Serikat. Bahkan pada tahun 2017, white supremacy dan far right wing extremists menjadi penyumbang terbesar kematian akibat aksi ekstremisme, yaitu 18 korban dari total 34. Dua kali lipat lebih banyak dari kelompok Islam ekstrem (9 orang).
Kedua, apapun agama dan bangsanya, narasi kebencian selalu sama. Yaitu narasi ketakutan dan dramatisasi rasa terancam. Propaganda ISIS tak jauh dari eksploitasi rasa terancam dan pembenaran kekerasan untuk bangkit dan melawan. Demikian juga
Memuat Komentar ...