Jangan Bawa Hawa Nafsu dalam Beragama, tapi Gunakanlah Ilmu
Laduni.ID, Jakarta - Praktik beragama yang mantap dan tidak mudah goyah itu jika didasari oleh ilmu agama yang benar, diperoleh dari sumber yang bisa diperoleh, bukan didasari oleh dugaan dan dorongan hawa nafsu belaka.
Beragama tanpa ilmu itu melanggar semua, karena bisa jadi ia menyangkal benar apa yang salah, meminta sembahyang padahal sama sekali tidak, menganggap berpahala atas apa yang sebenarnya berdosa, mempertaruhkan maslahatnya padahal senyatanya adalah mafsadat dan artinya, demikianlah sesuai dengan yang diinginkan. Kebutaan akan sains-sains agama membuat sebagian besar kaum beragama menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan mereka, dan mereka pun mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin agama. Maka terwujudlah peribahasa “si buta menuntun si buta”.
Saat ini mudah dijumpai dalam kesulitan, betapa banyaknya kaum awam yang dalam beragama berpaling dan enggan mengambil mazhab fikih yang ada. Di antara alasan mereka adalah tidak ada permintaan yang diminta mengikuti mazhab fikih tertentu dalam beragama, sementara yang benar-benar sesuai dengan mereka adalah bahwa setiap orang harus kembali atau berkomunikasi langsung ke Al-Quran dan Al-Hadis/As-Sunnah. Menurut pendapat kaum awam tentang semasa Nabi dan para sahabat masih hidup tidak ada yang namanya mazhab fikih sama sekali. Adanya mazhab-madzhab justru bagi mereka bertentangan, bahkan justru menyebabkan terjadinya sengketa dan perpecahan di antara umat Islam.
Alasan-alasan di atas yang terus-menerus disetujui telah mencapai puncak ketidaktahuan awam. Bahkan anehnya pendapat mereka dianggap sebagai salah satu dari empat mazhab fikih yang ada, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.
Memuat Komentar ...