Syahwat di Balik Khilafah
LADUNI.ID - Diantara kerancuan pemikiran umat Islam soal penerapan syariah oleh negara cc pemerintah adalah membayangkan negara ini bak seorang individu. Ibadah seorang individu kepada Allah swt ada yang bersifat langsung berupa ibadah mahdhah (ritual). Ibadah yang tidak berhubungan langsung dengan manusia. Shalat, dzikir, do'a, puasa dan haji beberapa contoh ibadah ritual.
Ibadah ritual menekankan aspek niat dan formalitas. Niat semata-mata mencari keridhaan Allah swt (why). Adapun formalitas terkait dengan tata cara ibadah (kaifiyat/how). Niat menentukan diterima atau ditolak ibadah secara batin, sedangkan formalitas menilai absah atau tidak ibadah secara lahiriyah.
Tentu saja ibadah kenegaraan cc pemerintahan bukan ritual yang menekankan aspek niat dan formalitas. Karena fungsi negara adalah mengurus kemaslahatan warga negara, mengatur mereka agar harmonis, menjaga dari segala macam gangguan serta melindungi dari ancaman baik dalam maupun luar negeri. Yang menjadi inti ibadah kenegaraan adalah terwujudnya kemaslahatan, ketentraman dan keamanan warga negara. Dalam khazanah syariat Islam dikenal dengan istilah maqashid syariah (maksud dan tujuan syariat). Diterima atau ditolak, absah atau batal ibadah kenegaraan/pemerintahan ditentukan dari terealisasi atau tidak maqashid syariah. Terserah apa niat dan bagaimana cara pemerintah merealisasikannya.
Mendirikan Khilafah bi makna formalisasi dan institusionalisasi syariah. Bagus secara siyasi, tapi tidak harus secara syar'i. Jika tujuan formalisasi dan institusionalisasi syariah untuk mengoptimalkan realisasi maqashid syariah, why not! Namun jika tidak optimal, formalisasi dan institusionalisasi syariah jadi beban moral umat Islam, khususnya umat Islam yang jadi penyelenggara negara.
Memuat Komentar ...