Penjelasan Tafsir Al Qur'an Surat Al-Ma'idah Ayat 50

 
Penjelasan Tafsir Al Qur'an Surat Al-Ma'idah Ayat 50
Sumber Gambar: laduni.id

LADUNI.ID, Jakarta - Nama surah Al-Maidah (hidangan) diambil dari peristiwa perjamuan Nabi ‘Isa A.s. dengan pengikutnya.
Surah ini memiliki nama lain Al-Uqud (perjanjian) yang berasal dari salah satu kata pada ayat pertama, dan Al-Munqidz (penyelamat) yang diambil dari kisah penyelamatan oleh Nabi ‘Isa A.s.

Beberapa hal penting yang terdapat pada surah kelima dalam Alquran ini adalah keengganan kaum Yahudi ketika Nabi Musa membawa mereka masuk ke Palestina, larangan menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrab, dan anjuran berwasiat dengan persaksian.

Tafsir surat Al-Ma'idah ayat 50.
Allah SWT :

{أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ}

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Al-Ma'idah: 50)

Melalui  ayat ini Allah SWT. mengingkari perbuatan orang-orang yang keluar dari  hukum Allah yang muhkam lagi mencakup semua kebaikan, melarang setiap  perbuatan jahat, lalu mereka memilih pendapat-pendapat yang lain dan  kecenderungan-kecenderungannya serta peristilahan yang dibuat oleh kaum  lelaki tanpa sandaran dari syariat Allah, seperti yang pernah dilakukan  oleh ahli Jahiliah. Orang-orang Jahiliah memutuskan perkara mereka  dengan kesesatan dan kebodohan yang mereka buat-buat sendiri oleh  pendapat dan keinginan mereka. Dan juga sama dengan hukum yang dipakai  oleh bangsa Tartar berupa undang-undang kerajaan yang diambil dari raja  mereka, yaitu Jengis Khan; perundang-undangan tersebut dibuat oleh  Al-Yasuq untuk mereka. Undang-undang ini terangkum di dalam suatu kitab  yang di dalamnya memuat semua hukum-hukum yang dipetik dari berbagai  macam syariat, dari agama Yahudi, Nasrani, dan agama Islam serta  lain-lainnya. Di dalamnya banyak terdapat undang-undang yang ditetapkan  hanya berdasarkan pandangan dan keinginan Jengis Khan sendiri, kemudian  hal tersebut di kalangan keturunannya menjadi peraturan yang diikuti dan  lebih diprioritaskan atas hukum Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Barang  siapa yang melakukan hal tersebut dari kalangan mereka, maka dia adalah  orang kafir yang wajib diperangi hingga dia kembali kepada hukum Allah  dan Rasul-Nya, karena tiada hukum kecuali hukum-Nya, baik dalam perkara  yang kecil maupun perkara yang besar.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN