Pemilu 1955, Lapunu Jadi Mesin Politik NU

 
Pemilu 1955, Lapunu Jadi Mesin Politik NU

LADUNI.ID, Jakarta - Keputusan untuk keluar dari Masyumi dan menjadi partai tersendiri, mengantarkan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi kekuatan politik besar baru. Ia mampu bersaing dengan partai besar sebelumnya, seperti Masyumi dan PNI.

Padahal, sejak memutuskan menjadi Partai pada 1952, praktis hanya tersisa tiga tahun bagi NU untuk menghadapi Pemilu 1955. Namun, di saat waktu yang begitu pendek, tensi politik yang tinggi dan multi partai yang membentuk persaingan ketat, NU mampu keluar menjadi tiga besar pemenang Pemilu kala itu.

NU sukses menggalang kekuatan elektoralnya tersebut, tak terlepas dari kiprah mesin politiknya yang bernama Ladjnah Pemilihan Umum Nahdlatul Ulama (Lapunu).

Lapunu secara resmi berdiri setelah dikeluarkannya Surat Keputusan PB Partai NU pada 16 Mei 1953. Saat itu, yang menjadi ketua Lapunu adalah Raden Temenggung Surjaningprodjo dan wakilnya H. A.S. Bachmid. Sedangkan Sekretaris I dijabat H. Idham Chalid dan Sekretaris II, H. Munir Abisoedjak. Namun, di kemudian hari, nahkoda Lapunu diambil alih oleh Idham Cholid.

Kendati demikian, melalui struktur yang minimalis itu, Lapunu dirancang menjadi ladjnah yang vertikal dari Pusat hingga ke Ranting. Tidak hanya anggota NU saja yang terlibat di dalamnya, namun badan otonom pun harus dimasukkan. Seperti halnya GP Ansor dan Muslimat.

Bukan hanya itu saja, Lapunu memiliki tugas teramat penting. Tugas raksasa, begitu diistilahkannya. "Mendjelang pemilihan umum, kewadjiban kita ialah mengadakan dan menjempurnakan berbagai-bagai persiapan, baik mengenai techniek (peraturan) maupun siasat (kampanje) pemilihan," demikian isi dalam siaran pertama Lapunu (1 Juni 1953).

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN