Lailatur Qodar dan Si Mbah Penjual Pisang

 
Lailatur Qodar dan Si Mbah Penjual Pisang

LADUNI.ID, Jakarta - Aku melihat seorang perempuan tua berjualan di pinggir jalan, di bawah terik matahari yang begitu menyengat. Lalu kuhampiri perempuan tersebut.

"Wah… pisangnya bagus-bagus mbah," kataku sembari berjongkok di depan perempuan sepuh yang berjualan di pinggir jalan depan pasar.

"Lha monggo dipundut (dibeli)," kata perempuan itu riang.

Sungguh sudah sangat sepuh, rautnya penuh kerut. Kulitnya hitam. Kurus badannya. Tapi suaranya cemengkling  masih nyaring, riang. Giginya terlihat masih utuh.

"Ini kepok kuning, bagus dikolak. Ini kepok putih, kalau digoreng sangat manis. Lha kalau itu, pisang pista, kulit tipis, harum manis. Tapi jangan dibeli karena belum mateng…” kata perempuan itu menjelaskan dagangannya.

Aku hanya diam memperhatikan gerak tangannya yang cekatan, meskipun telah ndredheg (gemetar). "Sudah lama jualan, Mbah…?"

"Belum, ini ngejar rejeki buat lebaran"

“Putranya berapa Mbah?"

"Kathah (banyak)… pada glidik (kerja)."

"Kok nggak istirahat saja to Mbah? Siyam-siyam kok jualan…"

"Lha nggih, ini karena siyam niku to, nggak boleh istirahat... Mumpung Gusti Allah paring (beri) sehat."

Aku tercenung dengan jawaban perempuan sepuh itu. Kulihat tangannya mengelap kening dan dahinya yang dl-

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN