Menelusuri Esensi Puasa yang Terpinggirkan
LADUNI. ID, KOLOM-Kita melihat bagaimana sebagian orang begitu ingin melampiaskan apa yang ditahan selama puasa, dengan membeli makanan yang banyak, namun tubuh ternyata tak benar-benar mau atau sanggup menampungnya.
Sehingga, makanan kemudian tak habis dan malah mubazir, bahkan menghasilkan sampah yang tak sedikit. Jika kita renungkan, meningkatnya konsumsi makanan di bulan Ramadan, bahkan sampai menghasilkan sesuatu hal yang mubazir, menjadi ironi.
Puasa, kita tahu, mengajari kita menahan dan mengendalikan hawa nafsu. Namun, dari fenomena meningkatnya konsumsi makanan di bulan Radaman di sebagian masyarakat, kita melihat adanya pelampiasan atas lapar dan dahaga ketika waktu buka puasa datang.
Puasa seolah sekadar menjadi saat bagi kita untuk menahan, untuk kemudian kita lampiaskan ketika waktu berbuka tiba. Padahal, jika kita mencoba mendalami hikmah dan ingin merasakan manfaat puasa secara batiniah, upaya menundukkan nafsu dengan mengurangi makanan, adalah hal mendasar yang menjadi ruh ibadah puasa.
Al-Ghazali, dalam Rahasia Puasa & Zakat (2015) menjelaskan, seseorang tak akan mencapai ruh puasa kecuali mengurangi makanan yang dimakan: mencukupkan diri dengan makanan malam (berbuka) seperti yang biasa dimakan di hari biasa (tidak puasa).
Sang Hujjatul Islam juga menjelaskan, di antara adab berpuasa ialah tidak memperbanyak tidur di siang hari, agar benar-benar merasakan lapar dan dahaga semakin memperlemah tubuh.
Memuat Komentar ...