Kisah Mayat Pecinta Sholawat

 
Kisah Mayat Pecinta Sholawat

Oleh: Habib Luthfi bin Yahya

Waktu mondok di Kedung Paruk Purwkerto. Di sana ada tukang kuli angkut bernama Darjo, pekerja kasar, ada beras ya ngangkut beras. Biasa setelah shalat subuh tidur sebentar jam 7 keluar kerja ke pasar rutin begitu sampai wafat.

Suatu ketika cucu Mbah Darjo meninggal. Orang tua anak itu ingin anaknya dimakamkan di dekat makam kakek-nya; Darjo. Terlebih di pemakaman itu banyak orang saleh, seperti ayahya Mbah Kiai Abdul Malik yaitu Kiai Ilyas.

Akhirnya kuburan pak Darjo dibongkar, setelah digali 1,5 m ternyata bambunya masih hijau, kain kafannya masih utuh, wangi luar biasa seperti baru dimakamkan beberapa jam, padahal beliau telah meninggal 9 tahunan.

Setelah kejadian itu saya menghadap ke guru saya Mbah Kiai Abdul Malik, maksudnya mau laporan. Mbah Kiai Abdul Malik sedang duduk santai di depan rumah, tersenyum melihat kedatangan saya.

Tiba-tiba mbah Malik bilang, "Pie Darjo mayite isih utuh; Darjo mayitnya masih utuh?"

Belum bicara Mbah Malik sudah menjelaskan. Kata beliau, "Darjo kui wong ahli shalawat ora tahu tinggal shalawat, tiap bengi durung turu sadurunge moco shalawat 16.000. (Darjo itu istiqamah tiap malam tidak pernah meninggalkan membaca shalawat, sebelum membaca shalawat 16.000 Darjo tidak akan tidur).

Shalawatnya, Allahumma shali ala Muhammad, Allahumma Shali ala Muhammad.

Secara lahiriah kuli kasar ternyata Pak Darjo temasuk orang saleh. Kita tidak harus membaca 16.000, minimal 300 saja setiap malam sudah bagus.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN