Wafatnya "Imam Ghozali Indonesia"; Mengenang Prof. Dr. Kh. M. Tolhah Hasan

 
Wafatnya

Oleh IMRON ROSYADI HAMID

LADUNI.ID, Jakarta - Suatu malam saya bertanya ke istri, "Kenapa beli kitab sebanyak ini?" Sambil melihat puluhan kitab dengan hardcover hijau tua yang baru datang dengan beberapa judul: Mukhtashar fii Ulumiddin, Al Ghunyatuth Thalibin, Al Fathur Rabbany  karya As Syech Abdul Qadir Al Jylani yang menumpuk di ruang tengah.

Istri menjawab, "satu set untuk saya, satu set yang lain untuk (dihadiahkan ke) Kyai Tolhah.". Seingat saya ini bukan yang pertama, beberapa tahun sebelumnya waktu ke Kairo, saya pernah mengantar istri keliling ke toko kitab di dekat kampus Al Azhar, tujuannya sama: mencarikan kitab-kitab pesanan Kyai Tolhah Hasan tentang Fiqh dari 4 madzhab (Madzahibul Arba'ah).

Bahkan musim haji 2018 lalu, kepada istri saya KH. Tolhah juga memesan kitab Quutul Qulub karya Abu Tholib Al Maky. Model interaksi keilmuan semacam ini yang sering dilakukan istri saya dengan Kyai Tolhah Hasan baik sebagai kerabat maupun pengurus di Yayasan Al Maarif Singosari dengan menjadikan Kyai Tolhah Hasan sebagai "jujugan" utama dalam berkonsultasi ketika menemukan persoalan organisasi, pendidikan di lingkungan Almaarif dan pesantren hingga urusan pemilihan kitab tafsir Al Ibriz karya KH. Bisri Mustofa yang akan diajarkan istri ke Jamaah Ibu-ibu di Masjid Besar Hizbullah Singosari.

Kyai Tolhah memang pribadi yang lengkap,  seorang organisatoris handal (memulai menjadi aktifis Ansor hingga menjadi pimpinan PBNU), memiliki kemampuan akademik dalam disiplin ilmu umum  (Pendiri dan Rektor Unisma), serta ke'aliman dan penguasaan literatur keisIaman yang luas. Gus Dur bahkan pernah menyebut KH. Tolhah Hasan sebagai Imam Ghozalinya Indonesia. Maka tak heran ketika KH. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI keempat, KH. Tolhah Hasan diangkat sebagai Menteri Agamanya.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN