Melalui Mudik Lebaran, Hidup Menjadi Indah
LADUNI.ID - "Ndeso Koen"! Kata-kata ini serasa aneh di telinga, kasar, menggertak, membentak dan mencaci.
"Sesuatu yang kuno", menjadi jelek, kaku, tidak gaul, gaptek, bodoh, dan lainnya, selalu dinisbatkan pada kata "wong deso," "kampungan", "qurawi".
Sepertinya orang desa adalah kegelapan yang cercah cahaya tak bersinar, terangnya redup, tingkahnya kurang baik, bisa dibohongi, bloon. Lihatlah bagaimana sinetron berlagak, dengarlah percakapan orang-orang sok kota, selalu terselib bahasa "pantas orang desa".
Benarkah demikian?, mengapa Nabi Muhammad "dikampungkan" oleh Allah, dibawa Halimah Sa'diyah menuju paling desa, belajar mengembala, bermain riang bersama orang desa. Yang akhirnya; bahasa tuturnya menyerap yang baik, perilakunya dita'dib, pergaulannya lembut, makanannya alami dan bersih, bersimpul udara berseri, langitnya bening, sumber airnya jernih, sungguh seperti air mata yang mengalir dari kemurnian cinta. (Sirah nabawiyah).
Para Aimmah (imam), orang-orang besar (udhama'), bukankah kebanyakan mereka dari desa, parapemimpin dunia juga banyak dari desa-desa terpencil, bahkan alamat rumah mereka pun kadang tidak dikenal.
Menjadi orang desa, bukan sesuatu yang aib, ia adalah keindahan, kebahagiaan dan keelokan.
Mengapa harus menghindar menjadi "wong desa" bangga "wong kota". Orang desa dikenal kesederhanannya, kekuatan silaturahimnya, keakrabannya, kepeduliaannya, tolong menolongnya, kebaikannya, ketawaduannya, kemurniaannya dalam memberi, kemurahannya, guyupnya, dan bahasanya yang santun.
Memuat Komentar ...