Idul Fitri: Belajar Toleransi dari Papua
LADUNI.ID, Kurwoto - Tahun ini adalah kesempatan kali keduanya bagi saya berlebaran di pulau Papua. Merayakan Hari Raya umat Islam di tengah-tengah masyarakat yang seluruh penduduknya mayoritas non-muslim, tentu menjadi suatu pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Baik secara pribadi maupun secara sosial.
"Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, La ilaha illaLlohu wAllohu Akbar, Allohu Akbar, waliLlahil-hamd."
Gema takbir mulai menggema di Kabupaten Sorong sejak selepas adzan Maghrib berkumandang. Lewat pengeras suara di masjid-masjid dan musholla-musholla, atmosfer Kabupaten Sorong dipenuhi suara-suara takbir di mana-mana. Saking bergemuruhnya suara-suara takbir itu, kota yang mayoritas penduduknya non-muslim itu pun sama sekali berubah suasananya seolah sebagai kota dengan penduduk mayoritas muslim. Terlebih ada juga takbir keliling dengan mobil dan motor yang serupa pawai yang diselenggarakan selepas Isya'.
Mendengar dan menyaksikan pada Selasa malam Rabu itu, satu hal yang saya rasakan: Inilah harmoni kehidupan yang akhir-akhir ini mulai digerus oleh entah siapa. Tentu saja bukan suara takbir yang menimbulkan rasa ini, melainkan adanya suatu sikap toleransi dari masyarakat non-muslim yang sebagai mayoritas--terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong--, yang telah memberikan ruang ekspresi keberagamaan bagi umat "liyan" yang notabene minoritas.
Bagi saya pribadi, hal ini adalah suatu ilmu "laku" yang patut dicontoh dan disebarkan. Yaitu sebagai mayoritas kita harus menghargai, menghormati dan yang paling penting memberikan ruang ekspresi bagi yang minoritas. Kalau bicara dan retorika tentang toleransi, mungkin kebanyakan orang sangat pandai, tapi belum tentu mampu melaksanakannya. Dan butuh suatu kerendahan hati bagi Jakarta untuk berani belajar dari Papua, yang mana selama ini kerap tercitrakan sebagai terbelakang, dalam hal praktek toleransi.
Memuat Komentar ...