Cerita Gus Baha’ tentang Larangan Memakai Peci Putih
LADUNI.ID, Jakarta - Di Pondok Pesantren Mbah Maimun, santri dilarang memakai peci putih. Alasannya, karena orang pergi haji di desa-desa adalah dengan menjual tanah, sawah, tegal atau menabung belasan tahun bahkan sampai berpuluh-puluh tahun. Sementara simbul yang mereka pakai setelah pulang dari haji adalah peci putih.
"Kalau kamu memakai peci putih seharga 5.000 rupiah, apakah tidak menyakiti hati mereka?" ujar Mbah Maimun sebagaimana diceritakan oleh Gus Baha'.
Berbeda denga salah satu Pondok Pesantren yang diasuh oleh salah satu putera Mbah Maimun, yaitu Gus Najih, di mana di pesantren tersebut sangat banyak orang yang memakai peci putih. Padahal, mereka belum berhaji. Alasan mereka, karena memakai busana putih itu adalah sunah nabi sehingga sangat baik menurut mereka.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Mbah Maimoen ketika ditanya mengenai hal tersebut. "Ya tidak apa-apa, kan larangan memakai peci putih sebelum berhaji itu kan saya lakukan di pondok saya. Lha kalau di pondok orang lain, walaupun pondok anak saya sendiri, ya tidak apa-apa..."
Sementara itu, di pesantren Gus Baha' sendiri, ya kadang ada santri yang memakai peci putih. "Saya tidak melarang mereka. Cuma kadang saya panggil, saya kasih tahu: Cung, nek iso aja nganggo kethu putih wong kowe durung kaji..." kata Gus Baha' sambil tertawa ngakak.
Gus Baha’ kemudian melanjutkan bahwa menjadi orang alim itu memang repot. Bisa serbasalah. Di Jawa Timur, asal orang sudah berhaji biasa memakai jubah dan bersorban. Tapi rata-rata di Jawa Tengah Pantura, orang berjubah itu dianggap sudah bisa dan ahli membaca kitab. Kalau sampai berani berjubah tapi tidak bisa membaca kitab dianggap aneh.
Memuat Komentar ...