Cara Mendidik Anak Menurut Gus Baha’
LADUNI.ID, Jakarta - Harta benda dan anak adalah (mengandung) fitnah. Begitu kata Alquran. Lantas fitnah yang bagaimana?
Secara sederhana, fitnah di sini mempunyai arti cobaan dan ujian. Orang yang mempunyai harta cenderung sulit stabil dalam hal ibadah, begitu pula orang yang mempunyai anak.
Ketika belum punya anak ia sdngat gemar sedekah, lalu ketika punya anak, merasa eman-eman dengan sedekah, sebab ia merasa harus memenuhi kebutuhan anak.
Begitu kira-kira.
Berbicara soal anak, saya teringat ketika ngaji dengan Gus Baha' di Bedukan Wonokromo. Kira-kira di tahun 2017. Gus Baha' punya cara pandang tentang anak yang tidak lazim bagi kebanyakan orang.
"Ojo wani-wani karo anak, ndak kuwalat." (Jangan berani sama anak, nanti kalian bisa celaka).
Bagi saya, yang selalu mendengar. Jangan berani sama orangtua, nanti celaka. Gus Baha' membalik kalimat tersebut, bahwa anak harus dihormati.
Anak selamanya adalah anak.
Gus Baha' menjelaskan bahwa anak, mempunyai ikatan yang tidak akan putus. Berbeda dengan istri, ketika cerai maka hak dan kewajiban yang pernah melekat akan gugur seketika.
Ikatan yang tak akan putus tersebut, meskipun jika anak mempunyai kelakuan yang nakal, mbedugal dan ndableg, mereka akan tetap menjadi anak, bahkan jika anak dan orang tua saling berjanji tidak mau mengakui hubungan mereka, maka tetap saja secara syariat mereka tetap mempunyai hubungan, jika salah satu di antara mereka yang meninggal dunia, maka warisan tetap berlaku. Jika perempuan, maka walinya tetap saja adalah ayahnya.
Memuat Komentar ...