Sekilas Riwayat Kupiah Meukeutöp Aceh
LADUNI. ID, SEJARAH-Dalam kitab “Tazkirah Thabaqat” salinan Teungku Di Mulek tahun 1270 H, yang naskah aslinya sudah ditulis pada zaman Sultan Mahmud Al-Qahar abad ke-16 Masehi.
Salah satu kutipan dalam kitab tersebut tentang Pakaian Aceh adalah “dan demikian lagi Adat Kerajaan Sultan Aceh, yaitu apabila orang-orang yang masuk ke Dalam Darud Dunia.
Hendak menghadap Paduka Sri Baginda Sultan Aceh: walau siapapun sekalipun, yaitu orang Aceh sendiri, atau orang asing, maka tidak dibolehkan dia menghadap Sultan dengan memakai pakaian sendiri.
Melainkan yang dibolehkan dia memakai pakaian sendiri ialah orang ‘Arab dan ‘Alim ulama, tetapi tidak dibolehkan memakai warna kuning dan warna hijau.
Sementara yang lain, waktu menghadap Sultan diwajibkan memakai pakaian Aceh. Di antaranya adalah Kupiah Aceh, Tengkuloek Aceh berkasab, baju Aceh berkasab, berkain selimpang dari kanan ke kiri memakainya berkasab, seluar berkasab, kain pinggang berkasab.
Memakai rencong atau keris atau siwaih atau badik atau rachuh yang berhulu suasa atau perak atau emas dan barang sebagainya, di depan sebelah kanan.
Ulama ulama tradisional Aceh awal nya memakai sorban atau kupiah meukutup sebagai penutup kepalanya, pada pertengahan tahun 1920an ulama ulama muda pembaharuan menganti kan sorban atau kupiah meukutop dengan peci hitam beludru yg kadang2 dipakai miring.
Peci ini lah yang dipakai oleh ulama2 pembaharuan sampai sekarang ini mengantikan kopiah khas aceh asli yaitu kopiah meukutop.
Memuat Komentar ...