Memperkenalkan Kembali Open Source kepada Generasi Milenial (I)

 
Memperkenalkan Kembali Open Source kepada Generasi Milenial (I)

LADUNI.ID, Jakarta - Open source sebetulnya bukan hal asing di Indonesia. Sudah ada jauh sebelum penulis mengenalnya sekitar 2002 saat bergabung sebagai seorang technical support di departemen IT sebuah perusahaan swasta nasional. Saat itu penulis mengenalnya dari sebuah majalah yang khusus membahas Linux, sebuah operating system selain Microsoft Windows ataupun Mac. Tak lama kemudian, penulis mencicipi open source dengan menginstal Linux Mandrake, sebuah distribusi Linux turunan dari Linux Redhat. Mencicipi kuliner distro Linux menjadi kebiasaan yang terus berlanjut hingga saat ini, meskipun ada dua distro yang tetap digunakan, Linux Redhat dan Debian yang digunakan sebagai server di kantor.

Open source makin populer dan jadi  topik perbincangan hangat diantara pengguna komputer pribadi, perusahaan sampai pemerintahan saat Microsoft dengan Business Software Alliance (BSA) –nya menekan pengguna komputer yang menggunakan Windows dan software berbayar bajakan untuk membeli secara legal dengan harga yang mahal atau menghadapi tuntutan hukum serta berlakunya Undang – undang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

 Mulai saat itu open source dengan Linux-nya menjadi salah satu jalan keluar dari dilema tersebut. Migrasi ke produk open source yang disediakan secara gratis dan bebas pakai ramai dipersiapkan meskipun tetap dihitung untung ruginya.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN