Ajwibah Muskitah: Seni Menjawab Ala Sastrawan Arab

 
Ajwibah Muskitah: Seni Menjawab Ala Sastrawan Arab

LADUNI.ID - Suatu hari, Sibawaih (w. 796 M) berdebat dengan gurunya Kholil bin Ahmad al-Farohidi (w. 791) tentang masalah isim makrifat (semacam article dlm Bs. Inggris). Kholil beranggapan bahwa kata ganti (isim dlamir) adalah kata yang paling makrifat sedangkan di sisi lain Sibawaih beranggapan kata yang paling makrifat adalah nama (isim alam). Keduanya berdebat hingga larut dan masih saja belum ditemukan kata sepakat.

Hingga beberapa hari setelahnya, Sibawaih yang berwajah tampan itu sengaja bertamu ke rumah gurunya, Kholil bin Ahmad. Sibawaih mengucapkan salam sembari mengetuk pintu. Lalu dari dalam muncul suara Kholil bertanya, “Siapa itu?” Sibawaih pun menjawab, “Aku (Ana).”

“Aku siapa? (Ana man?)” Tanya Kholil.

“Aku ya aku.” Ujar Sibawaih.

Lalu Kholil keluar dan melihat Sibawaih di sana. Sejenak kemudian Kholil tertegun. Ia sadar bahwa isim yang paling makrifat bukanlah kata ganti (dlomir; dalam konteks ini ‘ana’, ‘aku’, kata ganti pertama), melainkan yg paling makrifat adalah nama. “Andai anak ini menjawab: ‘Sibawaih’,” batin Kholil dalam hatinya. “Niscaya akan jelas siapa yang mengetuk pintu rumahku.” Kholil pun akhirnya sadar bahwa isim alam (nama) adalah isim yang paling makrifat.

Jawaban Sibawaih ini adalah gambaran terbaik tentang apa yg dinamakan “jawab muskit” atau “ajwibah muskitah”, yakni sebuah seni menjawab ala punggawa Bahasa Arab (fushoha’).

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN