Mengenal Wali Nikah (Seri 3)
LADUNI.ID - Memilih itu hak kolektif. Menentukan itu hak personal.
Pandangan fiqh mayoritas di atas boleh jadi tidak menyimpan problem dalam system social masa lalu. Yakni zaman ketika suara dan ekspresi perempuan dibatasi oleh struktur social, budaya dan politik yang disebut patriarkhisme. Perempuan dalam system ini sulit atau tabu mengemukakan kehendak atau tidak berkehendaknya secara verbal dan ekspresif. Jika pun dia ditawari menikah dengan pilihan ayanya, dia hanya diam jika tidak merasa keberatan. Diam adalah ekspresi minimal persetujuan perempuan. Tetapi kebudayaan manusia senantiasa berkembang dan berubah. Hari ini akses pendidikan dan aktualisasi diri perempuan semakin terbuka. Maka kita melihat tidak sedikit perempuan yang cerdas dan berani mengungkapkan kehendaknya, baik dalam mengapresiasi maupun menolak suatu pandangan dan kehendak orang lain, termasuk orang tuanya. Pikiran perempuan tidak selalu lebih bodoh daripada pikiran laki-laki, bahkan kadang lebih cerdas dan jitu.
Realitas social seperti ini seharusnya membuka mata hati dan pikiran orang tua untuk mengambil sikap yang lebih relevan dan kontekstual. Sebagai seorang wali, orang tua, tentu berhak untuk mencarikan atau menawarkan pasangan hidup yang menurut dirinya bisa membahagiakan anaknya. Ini sebagai bentuk tanggungjawab atas masa depan anaknya. Dalam waktu yang sama anak juga mempunyai hak yang sama untuk hal itu. Ketika pilihan keduanya berseberangan, maka sepatutnya kehendak anak lebih dipertimbangkan. Mencarika dan memilih itu hak kolektif, tetapi menentukan itu hak personal/individu yang berkepentingan.
Memuat Komentar ...