HTI dan Nashbul Imamah
LADUNI.ID - Fikih Islam membicarakan amaliyyah hamba, baik ubudiyyah, muamalah, munakahah, atau jinayah. Sedangkan akidah membicarakan keyakinan-keyakinan yang wajib diyakini oleh hamba mukallaf yang meliputi topik ilahiyyah, nubuwwah, dan sam'iyyah [mughoyyabat/perkara-perkara ghaib yang hanya bisa ditetapkan dengan dalil naqli atau sam'i]. Dan sam'iyyah atau mughoyyabat murni ditetapkan dengan dalil naqli, yaitu al-Qur'an atau hadits [atau ditambah ijma'], tidak boleh dengan ijtihad atau dalil aqli [logika].
Nashbul imamah [mengangkat pemimpin] memang urusan fikih, bukan akidah. Dan itu disepakati antara ulama' Hizbut Tahrir dan ulama' di luar Hizbut Tahrir. Dan ulama' Ahlussunnah menyinggung pasal nashbul imamah dalam kitab-kitab akidah untuk tujuan mengingatkan bahwa masalah ini adalah salah satu dari sekian perbedaan antara Ahlussunnah, Mu'tazilah dan Syiah.
Bedanya, ulama' Ahlussunnah menyatakan tidak kafir orang yang mengingkari kewajiban nashbul imamah, karena walaupun ijma', ia bukan termasuk perkara yang ma'lum minaddin bidh-dhorurot dengan dalil-dalil yang qath'i dalalah dan tsubutnya [lihat kitab nazhom Jauharatut Tauhid]. Ijma' yang disebutkan ulama' juga ijma' ulama' Ahlussunnah [dan Mu'tazilah], bukan ijma' umat. Terbukti kaum Khawarij, Syiah Ismailiyyah dan Syiah Imamiyyah tidak mengatakan wajib [jaiz saja] atau tidak mengatakan wajib nashbul imamah bagi umat. Sementara Hizbut Tahrir berbeda lagi. Dalam website "al-Waie" ditegaskan, yang mengingkari penegakan khilafah [daulah] Islamiyyah hukumnya kafir.
Memuat Komentar ...